Bahayanya Bijaksana

Tempo 19 juni 1971 Berdasar pertimbangan teknis, dll, tc PBSI mengulang seleksi terakhir, dimenangkan Darmawan. Sebelumnya dimenangkan Kristian, dalam menentukan pemain ke 9 team bulu tangkis untuk Asia Games ke IV di Bangkok. APA jang sedang berlangsung di Training Center Persatuan Bulu-tangkis Seluruh Indonesia di Senajan memang berbeda dengan adegan-adegan jang terdjadi di Taman Ismail Marzuki. Digelanggang Bulutangkis bisa sadja sebuah “komedi” (TEMPO, 1 Mei 1971) berachir dengan kesedihan, setidaknja bagi pemain-pemain Mintarja, Jumarto dan Budiman jang ketiganja kebetulan dari PBSI Djaya. Dan apa jang selandjutnja akan terdjadi mendjelang hari- hari penentuan Team PBSI jang akan diturunkan dalam kedjuaraan Asia III di Djakarta dalam bulan Agustus jang akan datang, mungkin sadja merupakan “tragedi” bagi Indra Gunawan, Nara, Iie atau Kristian barangkali.
Setelah Seleksi bulan April usai, maka semua matapun disorotkan pada TC PBSI untuk Kedjuaraan ABC nanti. Jang usil mempunjai alasan untuk bertanja, mengapa Theresia Widiastuti, pemain single puteri dari Djawa Tengah, jang tidak mengikuti Seleksi dimasukkan pula dalam TC, pada hal sebelumnja ada ketentuan, bahwa ketjuali pemain-pemain tertentu seperti Rudy dan Muljadi, jang lainnja harus mengikuti Seleksi? Ketika pertanjaan itu menjinggung telinga Sudirman, Ketua Umum PBSI itu tjepat reaksinja: “Itu akibat kesalah-pahaman antara orang tua Tuti dan Pengurus Besar”. Dan demi keadilan, agar akibat kesalah-pahaman itu tidak mendjadi beban pemain harapan Tuti, Pengurus Besar kemudian mengikut-sertakannja dalam TC.

Tetapi sudah barang tentu dengan tjatatan kepada orang tua Tuti jang berpangkat Kapten Angkatan Darat: “Lain kali undangan seleksi tetap melalui Pengda (Pengurus Daerah), tidak melalui ajah pemain”. Konon urgensi persiapan untuk Kedjuaraan ABC III dirasakan lebih mendesak dari persiapan “Uber Cup”, sehingga persoalan dengan pemain-pemain puteri dapat ditangguhkan sementara. Namun demikian “permainan kebidjaksanaan” terhadap Tuti diteruskan oleh Pengda Djaya. Tati Sumirah, pemain Djaya jang tersisih dari Seleksi atas desakan Pengda Djaya achirnja berhasil dimasukkan kedalam TC pula, dengan backing “protes keras” dari Pengda Djaya ten-t unja .

Bungsu.

Sjahdan Pengurus Besar PBSI maklum benar akan bahaja “Permainan Kebidjaksanaan” itu. Maka mendjelang Testing Tahap I diantara pemain-pemain TC (ketjuali Ruy dan Muljadi), Sudirman bersama Stanley Gouw (Koordinator team pelatih) menjusun sebuah ketentuan jang terkenal denganli. “Peraturan pertandingan Testing” tanggal 24 sampai dengan tanggal 29 Mei 1971 antara lain dikemukakan bahwa dari hasil Testing Ini (tanggal 24 s/d 29 Mei 71) akan diambil untuk TC Tahap II dari Single202 pemain dan double 3 pasang untuk memperdjelas siapa-siapa sadja pemain ter-sebut dalam pasal selandjutnja ditegaskan bahwa “Dua pemain Single jang akan diambil adalah mereka jang menempati kedudukan ranking I dan II untuk double jang menempati ranking I dan II langsung masuk TC phase II, sedangkan satu pasang lagi akan ditentukan berdasarkan hasil penilaian komisi tehnik Tiada seorangpun meragukan kelantjaran jang berlangsung selama 4 malam itu (lihat box).

Tetapi setelah press release PBSI jang menjatakan bahwa berdasarkan penilaian prestasi para pemain TC, Mintarja, Budiman (pemain-pemain double) dan Juniarto tersisihkan untuk mengikuti TC tahap kedua. Mengapa tidak langsung ke Sumirat dan Kristian yang terpilih sesuai dengan “Peraturan Testing” dan “ada apa” dengan Darmawan jang tetap tinggal di TC setelah ia tjuma berprestasi sebagai ranker ke III kadang-kadang memang djalan pikiran rasionil dibutuhkan menjadi Kristian lebih berpotensi untuk bermain double, misalnja bersama Ade Chandra atau Tatat seperti kemudian jang diusulkan oleh Stanley Gouw. Meskipun pertanjaan selandjutmja perlu ditjatat bahwa mengapa tidak dari semula. Kristian ditjoba untuk double bersama dengan pemain-pemain tersebut. Dan mengapa pula Kristian diikutsertakan dalam Testing partai single?.

Gundah.

Berbahagialah mereka jang kuat ingatannja. Karena mendjelang saat-saat penjusunan Team Bulutangkis Indonesia ke Asian Games VI di Bangkok peristiwa jang serupa pernah terdjadi. Konon dalam pemilihan siapa jang berhak mendjadi pemain kc-9, anggota “bungsu” Team Indonesia diperebutkan pula oleh Kristian dan Darmawan, meskipun dalam “Seleksi Terachir” pemain muda dari Djabar, Kristian, lebih unggul dari Darmawan. Namun berdasarkan perimbangan “tehnis dan lain sebagainja” seperti jang dikatakan oleh para pengasuh TC PBSI waktu itu, suatu “Seleksi Terachir jang paling terachir” perlu diadakan keesokan harinja chusus untuk memilih diantara kedua pemain tersebut.

Alhasil Darmawan berhasil memudahkan Kristian dalam Rubber-set dan tersusunlah Team Bulutangkis Indonesia ke Asian Games VI ’70. Bagaimana perasaan Kristian pada waktu itu memang dalam “Seleksi Resmi”, tapi kalah dalam “Seleksi Ulangan”. “Biarlah, Saja toh tidak dapat berbuat apa-apa!” Tidak dapat berbuat apa-apa terhadap Pengurus ketika itu bukan berarti mematikan semanatnja untuk mengalahkan rivalnja digelanggang permainan. Untuk kesekian kalinja Kristian jang muda usia membulatkan tekad untuk mendapat kedudukan terhormat dalam Seleksi ABC. Kini gundahlah mereka jang kuat ingatannja Mohammad Irsan, Coach PBSI ketika itu, sempat menjatakan tekadnja bahwa “setelah Asian Games VI beres, akan saja sikat semua “permainan” dilingkungan elite PBSI”. Pesan serupa bukan tidak singgah dikuping Stanley. Tetapi jang belakangan ini bisa berbuat apa andai kata dia harus berhadapan dengan Rudy Hartono atau Minarni misalnja.

Dan paling banter ia mendjelaskan duduknja perkara sebagai hasil “konsultasi bersama Pudjianto dan Willy Budiman” jang “kemudian dirapatkan dan diputuskan oleb PB”. Harapan orang dengan masuknja Stanley Gouw bekas Coach Atletik Malaysia jang mentjatat reputasi interna-sional, menggantikan Almarhum Irsan tinggal mendjadi harapan jang kosong. Patut dalam suatu pembitjaraan “dari hati-kehati” dengan TEMPO, Stanley menjinggung pertemuanja dengan Mohammad Sarengat. “Sprinter Indonesia ini menggugah hati saja untuk kembali kegelanggang atletik”.

Invalid.

Pasangan Nara/Indra dan Tatat/Tjun-tjun jang keluar sebagai ranking I dan II memang tak perlu komentar lagi, meskipun orang berhak bertanja apa sebab pasangan jang kokoh seper-ti20Rudy/Indra ditjeraikan. Dalam hal ini seorang jang tak bidjakpun dapat menemukan djawab jang tepat: “Itu ‘kan hanja orang untuk berpartner dan bertjerai”. Namun menjinggung pemain double Atik jang diusulkan Stanley untuk ditjoba bersama Ade Tjandra mengundang, jang bertanja selandjutnja. Adakah Atik lebih baik dari Mintardja. Apakah Mintardja ex-pemain Thomas Cup Indonesia jang telah serasi dengan Muljadi Indratno. Djaliteng, Juniarto dan Ade Tjandril (dan bersama jang disebut terachir ini dia berhasil memdjadi Djuara Nasional Pebruari 1971 di Jogja) kini sudah invalid’?.

Maka, kata sementara orang, kala Pimpinan PBSI berkeras hendak main “bongkar pasang” dalam partai double itu ibaratnja hendak menjusun kartu jang sebenarnja sudah terbuka bagi orang jang tidak buta. Dalam presoalan ini coach Willy Budiman dan pemilih Kristian memberi keterangannja kepada TEMPO (lihat box)

 

Sumber : Arsip Majalah Tempo

Leave a comment