Darmadi, Sang Pilot

Tempo Mei 1971. Darmadi eks pemain thomas cup Indonesia, merasa asing dengan kota Jakarta. bertekad bulat meninggalkan gelanggang bulutangkis, berniat jadi penerbang. dapat lisensi dari flight safety incorporation.

 

BARANGKALI Darmadi akan latah dan langsung memesan taksi menudju Senajan, andaikata dia lupa bahwa 10 bulan sudah sedjak dia menggantung raket badmintonnja. Tanggal 15 Mei tengah malam Djuara Indonesia 1969 dan bekas pemain Thomas Cup Indonesia ini tiba dilapangan udara Kemayoran. Baginja tinggal diluar Kompleks Senajan seolah Djakarta terasa asing. Setelah bermalam beberapa hari dirumah “ajah angkat”nja, di Djl. Toko Tiga Seberang, Darmadi pun melandjutkan perdjalanan menudju kota kelahirannja, Solo.

Hampir setahun jang lalu setelah Team Thomas Cup Indonesia berhasil merebut kembali Piala Thomas dari Malaysia, Darmadi membulatkan tekad meninggalkan gelanggang bulutangkis. Ketika itu orang masih meragukan apakah niat Darmadi mendjadi penerbang GIA dapat terlaksana, mengingat pemain Single ketiga Indonesia ini masih bisa bertahan sekurangnja sampai Turnamen Thomas Cup ditahun 1973. Karena pada tahun itu usianja baru mengindjak 29 tahun. Keraguan orang makin memuntjak ketika rekannja Rudy Hartono jang semula mempunjai niat serupa achirnja meninggalkan Pusat Latihan di Tjimahi dan kembali mendjadi pemain.

Rebewes. Kini wadjah Darmadi kelihatan lebih litjin. Rambutnjapun tidak lagi crew-cut. Dan sebagaimana lajaknja seorang pedagang, pada ikat pinggangnja tertjantol sebuah katjamata “Ray Ban”. Badannja tetap ramping, meskipun diakuinja selama masa beladjarnja 6 bulan di Long Beach, California, dia tidak pernah bermain bulutangkis ataupun olahraga lainnja jang berarti. “Saja terlalu sibuk mempersingkat masa peladjaran setahun dalam waktu hanja 6 bulan”, katanja kepada TEMPO. Tetapi untuk tidak mengurangi arti dan mutu peladjaran jang diperoleh dari sekolah penerbangan “Flight Safety Incorporation”, Darmadi memperlihatkan sctjarik kertas jang ternjata adalah “License” atau rebewes untuk mengemudikan “Pesawat bermesin satu dan ganda” (Airplane Single & Multiengine Land”).
Dalam waktu setengah tahun itu ia menjelesaikan latihan terbang 210 djam dengan pesawat “Cessna” jang berbaling satu, ditambah dengan 15 djam dengan pesawat “Piper Commanche” berbaling dua. Masa latihan tersebut baru merupakan anak tangga untuk meningkat ke pesawat “Fokker” dengan pangkat “Co-Pilot”. Menurut Darmadi latihan penjesuaian dengan “Fokker” GIA ini masih memakan waktu beberapa bulan lagi, di samping harus menempuh masa penjesuaian diri dengan peraturan penerbangan jang berlaku diwilajah udara Indonesia. Bersama ke-18 rekan penerbang lainnja jang baru lulus (3 tjalon gagal), Darmadi pada bulan Mei ini djuga harus berada di Djakarta guna mengikuti latihan selandjutnja.
“Saja sebenarnja ingin kembali bermain bulutangkis, tapi itu tergantung pada waktu dan pekerdjaan saja”, kata Darmadi mendjelaskan. Tetapi dari wadjahnja nampak pemain jang pernah mendapat predikat angin-anginan” ini lebih kuat tekadnja untuk meningkatkan dirinja mendjadi seorang penerbang dengan pangkat Captain Pilot. Ini dinjatakan sendiri bahwa dia sedang mempersiapkan diri, kalau lulus dengan “Fokker”, untuk menambah masa terbang sampai 1.500 djam. “Inilah antara lain sjarat-sjarat mendjadi Captain Pilot”. Dan ini berarti pula dia mendapat kesempatan dilatih di Amerika Serikat untuk kedua kalinja.
Keprihatinannja mengenai adanja gap dalam teknik permainan antara pemain-pemain angkatannja dan pemain-pemain muda, nampaknja tidak lagi mempan menggoda Darmadi untuk membuat “come back”. Karena sesungguhnja “mendjadi seorang pilot jang baik tidak kurang gantengnja dari seorang djuara”.

Leave a comment