Bekal Dari Benfica

Tempo 24 Februari 1973. Untuk menghadapi babak kualifikasi kejuaraan dunia di Sydney, PSSI mengundang kesebelasan Benfica dari Portugis. Dalam waktu 30 menit PSSI kebobolan 3 gol lawan unggul di segala sektor.

TEPAT lima setengah bulan yang lalu (1 September 1972), Eusebio dan Benficanya memberi pelajaran pertama kepada PSSI – terutama kepada Coach Endang – Witarsa. Dalam waktu hanya 30 rnenit mereka membobolkan gawang Ronny Pasla 3 gol. Untuk membatasi kekalahan Endang menurunkan Budi Santoso – pengganti Surya Lesmana – yang berhasil membatasi ruang gerak si Macan Portugis. Kekalahan di babak pertama 0-4 harus dipulangkan pads tempo permainan PSSI yang serba lambat dan kurang cepatnya Endang mengambil putusan. Di babak kedua PSSI pulih gengsinya sebagai Juara Pesta Sukan 1972 dan berhasil membobolkan gawang Bentu 2-0 tanpa balas. Lambat, tapi tidak selamat. Demikianlah kira-kira pendapat 50.000 penonton Stadion Utama terhadap pertandingan PSSI-Benfica tempo hari.

Corolla.

Pada kesempatan kedua, di pimpin oleh Wasit yang sama, Sjamsuddin Hadade dari Sulsel, kembali Eusebio berhadapan dengan Rommy di bawah tampik sorak 60.000 penonton yang untung-untungan bisa ketiban rezeki sebuah Corolla. Tapi rupanya pelajaran pertama yang diberikan Benfica liampir setengah tahun itu, kini oleh PSSI di garap benar. Sebelum Eusebio dan kawan-kawan sempat mengembangkan bentuk terbaiknya anak-anak PSSI melalui Kadir dan Iswadi membuat kombinasi di rusuk kiri yang hampir hampir menembus gawang Henrique. Hanya tiga menit gema sorak penonton menyambut permainan team PSSI yang cepat dan bersemangat. Sebab mats Coach ‘Benfica, James Haggan terlampau jeli. Ia segera menukar back, kanan Malta dengan si Pirang, Arthur. B4risan belakang Benfica pun menemui keseimbangan. Dan situasi berbalik mengancam gawang PSSI. Cerita selanjutnya, tidak lebih dari kisah pertandingan antara UMS-BBSA (Il-0) dalam kompetisi Persija yang baru lalu. Hanya dengan semangat bertanding yang tak kenal padam, mutu pertandingan internasional yang disuguhkan oleh anak-anak bola Portugis itu nyaris merosot.

Aganya saja yang terkandung dalam benak Endang mudah terbaca: ia tidak mengharapkan anak asuhannya menang dari lawan yang tak seimbang. Inilah peluangnya terakhir untuk mencoba-coba pemain yang akan diterbangkan ke Australia untuk babak kwalifikasi Kejuaraan Dunia 3 minggu lagi. Tapi adakah permainan PSSI itu menunjukkan suatu konsep yang terarah – di camping modal semangat dan stamina yang agak bertambah? Mudah pula terbaca: tidak jelas, kalau tidak mau dicap asal jadi. Malahan mempersulitnya untuk menilai beberapa pemain secara individuil yang diberi kesempatan turun ke lapangan malam itu. Lawan ternyata sungguh di segala sektor. Dan pelajaran yang diberikan Benfiea kepada anak-anak PSSI nampaknya lebih tepat untuk dicernahkan Endang dan Mangindaan. Untuk kemudian diolah sebagai bekal ke Sidney 7 Maret nanti.

Takaran. Sederhana saja. Modal semangat dipelihara, stamina ditingkatkan dan disiplin ditanamkan. Sebab I.Q. sepakbola perorangan atau beregu sudah mencapai takaran. Mengharapkan suatu improvisasi dari kecerdasan bola team PSSI ini terialu besar resikonya. Itu barangkali sebabnya Ketua II PSSI, Suparjo lebih cenderung untuk memupuk disiplin. Sementara itu dari Endang dituntut suatu strategi dan taktik khusus dalam menghadapi .lawan-lawan yang berbedA Lawan-lawan di Australia memang bukan Benfica atau yang sekelas, tapi bukan pula St. Pauli atau semacamnya. Kerap kali strategi dan taktik “bermain untuk tidak kalah” dalam suatu turnamen lebih efektif dari pada “bermain untuk menang”. Sebagai pengagum Eric Batty, penulis sepakbola-ilmiah Inggeris, tidak mustahil Endang akan berhasil menyulap sukses – meski terus terang peluang itu kecil adanya.

 

Sumber : Arsip Majalah Tempo

Leave a comment